Gambaran Umum


Desa Sembiran merupakan perkampungan tertua abad megalithic yang terletak di daerah perbukitan (berada di ketingian 0-800 m dpl) di Kecamatan Tejakula ± 30 km timur Singaraja, Ibukota Kabupaten Buleleng dengan batas-batas Wilayah sebagai berikut   :
-        Sebelah Utara              : Laut Jawa
-        Sebelah Selatan          : Desa Satra Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
-        Sebelah Timur             : Desa Pacung,Julah dan Madenan
-        Sebelah Barat              : Desa Tajun Kecamatan Kubutambahan

Begitu memasuki bagian depan desa ini, seluruh rumah yang tersusun, menjulang keatas mengikuti kontur bukit bisa dilihat dengan sangat mempesona. Meski kemajuan teknologi sudah merambat kesisi kehidupan desa ini, namun sisi kehidupan tradisional seperti bahasa, kebudayaan dan upacaranya masih kelihatan di desa ini. Berbagai arkeolog dunia sudah menyempatkan diri untuk mengunjungi desa ini. Desa Sembiran yang merupakan desa kuno memiliki berbagai peninggalan sejarah. Setidaknya terdapat 40 perabotan kuno jaman Poleotithicium dan Megalitikum ditemukan di desa ini yang dibuat dari batu dan besi sebagaimana penelitian dan penggalian di sebelah utara desa Sembiran pada tahun 1961 oleh Drs.R.P. Soejono mantan Kepala Jawatan Purbakala Cabang Gianyar yang menemukan berbagai peralatan dari batu berwujud Bentuk Setrika, Bentuk Side Chopper (alat pemotong), Bentuk Proto Hand-Axes (kapak tangan), Bentuk Hammer Stone (palu dari batu) dan Bentuk Flakes (alat batu kecil untuk mengiris).


Alat-alat tersebut termasuk alat-alat jaman batu tua (paleolithicum). Menurut dugaan para ahli sejarah bahwa alat-alat seperti itu berusia 500.000 tahun (Monografi Desa Sembiran, 1977). Di samping penemuan alat-alat jaman batu tua tersebut diketemukan pula benda-benda megalith (benda atau bangunan batu besar) berbentuk batu berdiri tegak, pundan berundak-undak. Usia benda megalith itu sekitar 2.000 tahun SM atau jaman batu muda (Neolithicum). Atas dasar penelitian yang dilakukan oleh Drs. Made Sutaba dengan dibantu dari Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional pada tahun 1971 dan 1972, di Desa Sembiran terdapat 17 dari 23 Pura (tempat suci) yang ada, mengandung unsur megalith.

Adapun tujuan masyarakat membuat bangunan megalith itu adalah untuk menyembah nenek moyang. Penyembahan ini merupakan warisan dari jaman pra-sejarah dan masih hidup sampai sekarang di sebagian masyarakat Indonesia.  Dengan penemuan alat-alat di jaman batu tua dan benda-benda megalith tersebut maka dapatlah disimpulkan bahwa pada jaman pra-sejarah Desa Sembiran telah dihuni oleh penduduk. Sebab tidak mungkin ada bangunan kalau tidak ada manusia yang membuatnya (Monografi Desa Sembiran,1977).
Peninggalan lain di jaman sejarah yang terdapat di Sembiran adalah berupa prasasti perunggu sebanyak 10 lembar. Prasasti tersebut dapat diklasifikasikan dalam 6 golongan, yang urutan kronologisnya adalah sebagai berikut :
1.    Prasasti jaman Ratu Ugrasena (24 Januari 923 M)
2.    Prasasti jaman Tabunendra Warmadewa (19 Desember 951 M)
3.    Prasasti jaman Janasadhu Warmadewa (6 April 975 M)
4.    Prasasti jaman Sang Ratu Sri Adnya Dewi (11 September 1016M)
5.    Prasasti jaman Anak Wungsu (10 Agustus 1065 M)
6.    Prasasti jaman Raja Jaya Pangus (22 Juli 1181 M)

Pada dasarnya prasasti tersebut memuat peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Raja/Ratu yang berlaku untuk Desa Julah dan sekitarnya termasuk Sembiran.

Disamping apa yang sudah diuraikan di atas masih ada peninggalan dalam bentuk Awig-Awig atau Sima Desa. Ini ditulis di atas lontar dalam bahasa Bali-Kawi atau disebut juga Bali Tengahan dengan judul AWIG-AWIG DESA SEMBIRAN. Sima itu berisikan aturan-aturan mengenai :
1.    Riwayat Pemimpin Desa Pakraman
2.    Kepercayaan dan Upacara Yadnya
3.    Ketertiban dan Keamanan
4.    Perkawinan
5.    Kewajiban Masyarakat dan Pakraman
6.    Peraturan Hukum
7.    Larangan-larangan
8.    Hal Utang Piutang
9.    Pembagian Waris
10.    Saksi-saksi, dan
11.    Denda

Ada kemungkinan aturan-aturan itu sudah ada sebelumnya kemudian dialih bahasakan ke dalam bahasa Bali Tengahan. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa Sembiran mempunyai bahasa yang berbeda dengan sebagian besar desa di Bali. Sembiran memang memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri karena memiliki nama desa Sembiran, bahasa Sembiran, adat istiadat sembiran, pertiti/kalender Sembiran dan keunikan-keunikan lainnya.


Pada Awig-awig Desa Sembiran bagian Riwayat Pemimpin Desa Adat menjelaskan bahwa tabe pakulun Ida Bhatara Wisnu menjelma di Medang (Jawa) yang disebut bernama RAHYANGTA KANDYAWAN. Beliau menjadi raja di Medang (disebut juga Medang Kemulan). Baginda berputra 5 orang. Yang terkecil tetap menjadi raja di Jawa. Kemudian beliau Baginda Raja dan putra-putra beliau lainnya bersama-sama dengan pengiring Baginda berlayar sampai ke tempat ini (Sembiran). Di tempat yang baru ini beliau membabat hutan membuka lahan tanah membangun sawah, gaga, tegalan dan ladang. Setelah selesai pembabatan itu beliau melakukan upacara yadnya (caru/kurban) yang besar, demi keselamatan tanah-tanah yang baru dibabat ini (Lontar; dipetik dan disalin oleh Ketut Ginarsa/pegawai GK). Dari sejarah diketahui bahwa Kerajaan Medang Kemulan adalah Kerajaan tertua di Jawa Tengah, kurang lebih  abad ke VII.


Atas dasar uraian tersebut maka dibuatlah simbul desa yang menyerupai bentuk dupa dan juga bentuk perahu layar serta bukit yang berhutan. Bentuk perahu layar karena Sri Baginda beserta pengiringnya berlayar dari Jawa menuju ke Desa Sembiran. Bukit melambangkan bahwa desa ini terletak di daerah perbukitan sesuai dengan sebutan Bali Aga. Bulatan di tengah melambangkan kebulatan tekad dan persatuan. Dasar warna merah melambangkan fajar menyingsing, gambar berwarna kuning emas melambangkan kedamaian. Di tengah terdapat tulisan atau sesanti “WUKIR SAMIRANA” berwarna hitam yang berarti ketenangan. Wukir berarti bukit/hutan sedangkan samirana berarti angin sepoi-sepoi yaitu kekuatan yang menciptakan kedamaian. Jadi secara keseluruhan Wukir Samirana berarti daerah perbukitan penuh kedamaian.


Desa Sembiran pada awalnya terdiri dari dua dusun yaitu ; Dusun  Kawanan dan Dusun Kanginan namum karena wilayah perdusun sangat luas dan kepadatan penduduk makin meningkat, maka pada tahun 1986 dua Dusun tersebut dikembangan menjadi enam dusun yaitu :
1.    Dusun Kanginan,
2.    Dusun Kawanan,
3.    Dusun Dukuh,
4.    Dusun Anyar,
5.    Dusun Bukit Seni, dan
6.    Dusun Panggung.

Statistik Kampung


Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Jumlah Jiwa
5753
Jumlah Kepala Keluarga
1585
Jumlah PUS
1099
Persentase Partisipasi Keluarga dalam Poktan (Kelompok Kegiatan)

Keluarga yang Memiliki Balita
530
Keluarga yang Memiliki Remaja
363
Keluarga yang Memiliki Lansia
437
Jumlah Remaja
363
PUS dan Kepesertaan Ber-KB
Total
998
PUS dan ketidaksertaan Ber-KB
Total
101

Status Badan Pengurus


Sarana dan Prasarana


Bina Keluarga Balita (BKB)
BKB

Bina Keluarga Balita (BKB)

Ada

Bina Keluarga Remaja (BKR)
BKR

Bina Keluarga Remaja (BKR)

Ada

Bina Keluarga Lansia (BKL)
BKL

Bina Keluarga Lansia (BKL)

Ada

Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA)
UPPKA

Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA)

Tidak Ada

Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK R)
PIK R

Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK R)

Tidak Ada

Sekretariat Kampung KB
Sekretariat KKB

Sekretariat Kampung KB

Ada

Rumah Data Kependudukan Kampung KB
Rumah Dataku

Rumah Data Kependudukan Kampung KB

Ada

Dukungan Terhadap Kampung KB


Sumber Dana Ya,
APBN
Dana Desa
Swadaya Masyarakat
Kepengurusan/pokja KKB Ada
SK pokja KKB Ada
PLKB/PKB sebagai pendamping dan pengarah kegiatan Ada,
Yudi Astana
2147483647
Regulasi dari pemerintah daerah Ada,
Surat Keputusan/Instruksi/Surat Edaran dari Bupati/Walikota
SK Kepala Desa/Lurah tentang Kampung KB
Pelatihan sosialisasi bagi Pokja KKB Tidak Ada
Jumlah anggota pokja yang sudah terlatih/tersosialisasi pengelolaan KKB 0 orang pokja terlatih
dari 8 orang total pokja
Rencana Kegiatan Masyarakat Tidak Ada
Penggunaan data dalam perencanaan dan evaluasi kegiatan Belum Diisi

Mekanisme Operasional


Rapat perencanaan kegiatan Tidak Ada
Rapat koordinasi dengan dinas/instansi terkait pendukung kegiatan Tidak Ada
Sosialisasi Kegiatan Tidak Ada
Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Tidak Ada
Penyusunan Laporan Ada, Frekuensi: Lainnya