NGOBROL SEPUTAR MERAPI BERSAMA PAK BANDRIYO DI PENDOPO RUMAH EYANG PAKEMBINANGUN

PAKEMBINANGUN
Dipublikasi pada 09 September 2022

Deskripsi

Turut Hadir Drs. Subandriyo, M.Si selaku Mantan Kepala BPPTKG DIY, Bambang P. dari BNPB Sleman, Kompol Ani Sulistyarini, S.Kom., M.H.Li selaku Kapolsek Pakem beserta para jajarannya,  Panewu Pakem, Tri Winarno atau Mas Nano pegiat drone puncak Merapi, dan beberapa relawan Lingkar Merapi dari Tritis Purwobinangun Pakem, serta beberapa tokoh SATGANA CAKRA PMI Pakem.

Dalam pembukaan pembicaraannya, Subandriyo memaparkan bahwa letusan Merapi itu terus berubah-ubah tipenya. Tidak dapat ditentukan dengan pasti.

“Tanda-tanda bahwa Merapi mau meletus tidak bisa diinterpretasikan hanya dari seismiknya saja. Tetapi juga harus disinkronkan dengan data gas vulkanis yang meningkat, deformasi, survey micro gravity, serta parameter lainnya yang sebanding dengan itu. Deformasi inilah yg menjadi penentu kemana arah luncuran lava akan terjadi. Maka sejak itu saya memasang Electronic Distance Measurement (EDM). Sebenarnya saya sudah pensiun, dan ingin mengosongkan semua tentang Merapi dari otak saya. Namun karena ada laporan seismisitas VTA yang cukup signifikan ini, lebih dari seratus kali, kami jadi tergugah untuk men-trace kembali riwayat-riwayat letusan Merapi dahulunya. Belum pernah selama tiga puluh dua tahun saya bergelut dengan Merapi saya menjumpai gempa vulkanik dalam (VTA) sebanyak ini. Ini yang mengganggu pikiran saya. Dan ternyata ini sudah berlangsung selama satu bulan ini. Padahal tahun 2010 dahulu VTA hanya terjadi 80 kali” papar beliau.

Kemudian beliau memaparkan bahwa memang tidak mudah untuk menaik-turunkan status aktivitas gunung dari level ini ke level di atasnya atau di bawahnya.

Mengakhiri perbincangannya, beliau memaparkan bagaimana agar penduduk bisa terhindar dari bencana gunung berapi.

“Harus sering diadakan pelatihan tanggap darurat bencana. Karena dengan begitu, otak kita akan mudah merekam bagaimana tindakan jika benar-benar terjadi bencana. Karena penanggulangan bencana itu menggunakan otak emosi, bukan ilmu pengetahuan. Semakin banyak pelatihan, akan semakin banyak emosi ini terlatih. Maka ketika terjadi bencana, otak kita akan me-recall rekaman pelatihan penanggulangan bencana tersebut agar menjadi efektif dan kita bisa tahu apa yang kita lakukan agar terindar dari bencana tersebut,” pungkas beliau. Acara diakhiri dengan foto bersama.




Sesi Kegiatan Lainnya

Instansi Pembina Kegiatan

Sasaran Kegiatan