Pertemuan kader IMP dan Kader TPK

Kampung KB Kebun Lada
Dipublikasi pada 30 September 2024

Deskripsi

IMP yang diartikan sebagai wadah pengelolaan dan pelaksanaan Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera di tingkat Desa/Kelurahan hingga di tingkat Dusun dan RT, pada prinsipnya saat ini memiiki 6 peran (sebelumnya 7 peran) yang kemudian dikenal sebagai 6 Peran Bhakti IMP. Keenem peran tersebut antara lain:

1) Pengorganisasian,

2) Pertemuan,

3) KIE dan Konseling,

4) Pencatatan dan Pendataan,

5) Pelayanan Kegiatan, dan

 6) Kemandirian.

1) Pengorganisasian

IMP sebagai wadah berbagai kegiatan di tingkat Desa/Kelurahan kebawah memerlukan kepengurusan. Kepengurusan IMP diupayakan dikembangkan dari kepengurusan tunggal menjadi kepengurusan kolektif. Kepengurusan kolektif dimaksudkan dalam rangka pembentukan kepengurusan  dan pembagian kerja dalam menjalankan peran baktinya.

2) Pertemuan

Pertemuan rutin yang dilaksanakan IMP baik antar pengurus institusi, konsultasi pengurus dengan PKB/PLKB maupun dengan petugas lain yang terkait, secara berkala dan berjenjang.

3) KIE dan Konseling

IMP melakukan kegiatan penyuluhan, motivasi dan Konseling Program KKBPK. Mendorong peningkatan kesertaan dalam ber KB yang semakin mandiri dan lestari.

Pelayanan Kegiatan

Melakukan beberapa kegiatan, seperti :

Pembinaan tentang Pendewasaan Usia Perkawinan, antara lain usia ideal bagi pria dan wanita untuk menikah (25 dan 21 tahun), Kesehatan reproduksi, Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual,  Penyalahgunaan NAPZA dan lain sebagainya.

Pembinaan mengenai pengaturan kelahiran antara lain pemakaian alat kontrasepsi sesuai umur dan kondisi kesehatan ibu, jumlah anak, jarak kelahiran dan umur anak terkecil.

Dengan enam peran bhakti yang dimainkan, kita dapat mengetahui bahwa IMP memiliki kedudukan yang sangat strategis  dalam pengembangan program KB di wilayahnya masing-masing. Artinya berhasil tidaknya program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga  di suatu wilayah akan banyak dipengaruhi oleh berhasil tidaknya institusi dalam melaksanakan perannya.

Memang, dalam operasionalnya, kemampuan IMP jelas tidak mungkin menunjukkan kesamaan. Apalagi personilnya terdiri dari orang-orang dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang beragam. Begitu juga dengan latar belakang ekonomi, budaya dan tradisi. Oleh karena itu, pemerintah lalu membuat klasifikasi IMP berdasarkan tingkat kemampuannya dalam melaksanakan kegiatan yang dibagi atas tiga tingkatan :

Pertama, Klasifikasi Dasar, yaitu yang telah ada pengorganisasian, kepengurusan serta pembagian tugas. Namun pertemuan belum rutin, belum ada rencana kerja dan belum ada notulen. Belum ada konseling (baru KIB), pendataan masih sederhana, pelayanan pembangunan KB/KS belum lengkap, dan upaya kemandirian hanya ada satu macam atau belum ada sama sekali.

Kedua, Berkembang, yaitu IMP yang telah memiliki kepengurusan dan pembagian tugas yang jelas (kecuali PPKBD yang dimungkinkan kepengurusannya tunggal), pertemuan sudah rutin serta ada rencana kerja notulen, KIE dan konseling sudah ada, pencatatan dan pendataan lebih rapi dan memenuhi standar, pelayanan pembangunan KB/KS lebih lengkap dan telah melakukan minimal dua upaya kemandirian.

Ketiga, Mandiri, yaitu IMP yang telah melaksanakan enam peran bhakti secara lengkap dan berkualitas. Dalam arti, dari sisi pengorganisasian kepengurusan sudah dilengkapi dengan seksi-seksi, pertemuan rutin dan berjenjang, rencana kerja dan notulen lengkap, KIE dan konseling berjalan dengan baik, pencatatan dan pendataan lengkap dan ada tindak lanjut. Selain itu pelayanan KB/KS dan upaya kemandirian telah berjalan sesuai dengan harapan.

Perlu Lebih Diberdayakan

Mengingat kemampuan IMP yang berbeda-beda untuk tiap wilayah, ditambah kondisi lapangan yang belum memungkinkan IMP untuk dapat melaksanakan perannya secara optimal, maka tidak terlalu salah jika kita perlu lebih memberdayakan IMP ini dari banyak sisi. Baik itu yang menyangkut aspek pengorganisasian, kemampuan dalam memberikan KIE dan konseling maupun dalam pencatatan dan pendataan. Disamping itu dalam pelayanan kegiatan KB/KS yang mencakup pelayanan ulang, rujukan, UPPKS dan Bina Keluarga, serta beberapa upaya kemandirian.

Perlu diketahui, UU No 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera yang menjadi acuan operasional pembangunan KB di lapangan, telah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untk bersama-sama dengan pemerintah terlibat dalam pengelolaan program KB di Indonesia.

Dalam RPJMN sendiri telah ditegaskan, Pembangunan Nasional (baik SDM maupun SDA) tidak akan berhasil dengan baik tanpa partisipasi aktif dari masyarakat. Karena masyarakat adalah pelaku utama pembangunan yang diprogramkan pemerintah. Sehingga pemerintah dalam hal ini berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang peran serta masyarakat dan pemerintah harus saling mendukung, saling mengisi dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju terciptanya pembangunan nasional.

Selanjutnya karena pembangunan nasional pada dasarnya bertujuan untuk membangun SDM yang berkualitas dan meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa dalam semua bidang kehidupan, maka IMP  sebagai bagian dari penggerak kegiatan pembangunan (khususnya KB/KS) di lapangan diharapkan mampu untuk melaksanakan fungsinya dengan baik. Karena bagaimanapun, pembangunan khususnya dalam bidang KB, tidak mungkin dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah tanpa memerlukan kepedeulian dan peran serta masyarakat melalui kelompok-kelompok kegiatan termas

Kegiatan ini terlaksanan dengan antusias peserta cukup baik.

Sesi Kegiatan Lainnya

Instansi Pembina Kegiatan

Sasaran Kegiatan