Seribu hari pertama kehidupan merupakan masa terpenting dalam kehidupan anak. Periode emas yang dikenal sebagai HPK (seribu hari pertama kehidupan) ini dimulai saat konsepsi atau pembuahan hingga anak berusia 2 tahun. Kekurangan asupan gizi pada periode ini menyebabkan stunting.
Stunting, menurut WHO (2015), adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar, yaitu panjang/ tinggi badan menurut usia kurang dari -2 standar deviasi (SD) menurut kurva pertumbuhan WHO. Tidak semua balita (bawah lima tahun) pendek itu stunting, namun anak stunting itu pasti pendek, sehingga perlu dibedakan oleh dokter anak. Stunting memiliki dampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktivitasnya, serta terhadap daya saing bangsa. Dampak stunting jangka pendek antara lain terganggunya perkembangan otak, kecerdasarn berkurang, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Dampak stunting jangka panjang antara lain menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi munculnya penyakit diabetes, obesitas, dan penyakit jantung pada usia tua.
Cara mencegah stunting pada baduta antara lain: (1) memantau dan deteksi dini adanya gangguan tumbuh kembang; (2) memastikan baduta mendapat asupan nutrisi yang adekuat dan optimal; (3) mengenali tanda bahaya penyakit “red flag” sebagai penyebab stunting. Pemantauan pertumbuhan baduta dilakukan dengan: (1) menimbang berat badan setiap bulan; (2) mengukur panjang badan setiap bulan pada usia 0-12 bulan, setiap 3 bulan pada usia 1-2 tahun; (3) mengukur lingkar kepala setiap bulan pada usia 0-12 bulan, setiap 2 bulan pada usia 1-2 tahun. Pemantauan perkembangan baduta dilakukan setiap 3 bulan pada usia 0-12 bulan dan setiap 6 bulan pada usia 1-2 tahun.
Pertumbuhan dikatakan normal apabila arah garis pertumbuhan sesuai atau mengikuti arah garis baku. Deteksi dini gangguan pertumbuhan adalah dengan mengenali arah garis pertumbuhan yang menjauhi median. Apabila tren pertumbuhan menjauhi garis median, maka intervensi gizi dan mengenali “red flag” perlu dilakukan. Perkembangan dinilai dalam 4 aspek, yaitu: personal sosial dan kemandirian, motorik kasar, motorik halus, serta bahasa. Deteksi dini penyimpangan perkembangan meliputi penilaian milestone (tahap perkembangan) dan kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP). Pada bayi yang lahir prematur, penilaian pertumbuhan dan perkembangan dilakukan berdasarkan usia koreksi hingga 2 tahun. Berikut adalah “red flag” perkembangan secara umum:
- Usia 2 bulan : belum mengikuti objek di depannya
- Usia 3 bulan : belum mengoceh
- Usia 9-10 bulan : belum duduk sendiri tanpa bantuan
- Usia 16 bulan : belum berdiri sendiri tanpa bantuan
- Usia 18 bulan : belum jalan sendiri tanpa bantuan
- Usia 18 bulan : belum ada 1 kata bermakna
- Usia 3 tahun : belum bisa bermain peran/ role play
Pemenuhan asupan nutrisi baduta dimulai saat lahir yaitu dengan menerapkan IMD (inisiasi menyusu dini), dilanjutkan dengan pemberian ASI (air susu ibu) eksklusif hingga anak berusia 6 bulan, lalu diteruskan dengan MPASI yang sehat dan bergizi. ASI dapat diteruskan hingga bayi berusia 2 tahun atau lebih. Imunisasi rutin perlu diberikan supaya anak terlindungi dari berbagai macam penyakit infeksi.
Stunting selalu diawali dengan kenaikan berat badan yang kurang (weight faltering). Kondisi weight faltering ini dapat disebabkan oleh: (1) asupan kalori yang tidak adekuat, seperti pada pemberian ASI yang kurang atau perlekatan tidak efektif, kebiasaan makan yang buruk, gangguan oromotor, dll; (2) masalah penyerapan nutrisi seperti anemia karena kekurangan zat besi, alergi susu sapi, dll; (3) metabolisme yang meningkat seperti pada infeksi tuberkulosis, infeksi saluran kencing, kelainan jantung bawaan, dll. Penyebab potensial perlambatan pertumbuhan tersebut yang harus segera diidentifikasi oleh dokter anak supaya tidak berlanjut menjadi stunting (malnutrisi kronik).