PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN BAGI BADUTA DAN BALITA STUNTING
Deskripsi
Pembangunan sumber daya manusia berkualitas merupakan amanat prioritas pembangunan nasional. Status gizi yang baik merupakan salah satu faktor penentu untuk keberhasilan pembangunan sumber daya manusia. Ibu hamil dan Balita merupakan salah satu kelompok rawan gizi yang perlu mendapat perhatian khusus, karena dampak jangka panjang yang ditimbulkan apabila mengalami kekurangan gizi. Selain itu, usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan rawan terhadap kekurangan gizi. Begitu pula dengan Ibu hamil, apabila Ibu hamil mengalami kekurangan gizi akan mempengaruhi proses tumbuh kembang janin yang berisiko untuk melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) dan atau stunting. Masalah gizi Balita di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022 prevalensi balita wasting sebesar 7,7% dan Balita stunting 21,6%. Sedangkan data Riskesdas (2018) menunjukkan prevalensi risiko KEK pada Wanita Usia Subur (WUS) sebesar 14,1%, sedangkan pada Ibu hamil sebesar 17.3%. Selain itu prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 48,9%. Masalah gizi disebabkan oleh berbagai faktor. Kekurangan asupan makanan bergizi dan atau seringnya terinfeksi penyakit menjadi salah satu penyebab langsung terjadinya masalah gizi. Pola asuh yang kurang tepat, kurangnya pengetahuan, sulitnya akses ke pelayanan kesehatan, kondisi sosial ekonomi juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap akses makanan bergizi dan layanan kesehatan. Berdasarkan data Survei Diet Total (SDT) tahun 2014, masih terdapat 48,9% Balita memiliki asupan energi yang kurang dibanding Angka Kecukupan Energi yang dianjurkan (70%- <100% AKE) dan 6,8% Balita memiliki asupan energi yang sangat kurang (<70% AKE). Selain itu, 23,6% balita memiliki asupan protein yang kurang dibandingkan Angka Kecukupan Protein yang dianjurkan (<80% AKP). Selain kurangnya asupan energi dan protein, jenis makanan yang diberikan pada Balita juga kurang beragam. Berdasarkan SSGI 2021, proporsi makan beragam pada baduta sebesar 52,5%. Infeksi pada balita juga cukup tinggi, yaitu proporsi Balita mengalami diare sebesar 9,8% dan ISPA sebesar 24,1% (SSGI 2021). Sementara itu, lebih dari separuh Ibu hamil memiliki asupan energi sangat kurang (<70% angka kecukupan energi) dan sekitar separuh Ibu hamil juga mengalami kekurangan asupan protein (<80% angka kecukupan yang dianjurkan). Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi pada Ibu hamil juga dilakukan melalui Antenatal Care Terpadu (ANC Terpadu). Berdasarkan Riskesdas 2013 dan 2018, cakupan pelayanan ANC Ibu hamil (K4) cenderung meningkat yaitu dari 70% menjadi 74,1%. Untuk mencapai target 100% pada tahun 2024, cakupan pelayanan ANC masih perlu ditingkatkan.
Intervensi gizi dalam pelayanan ANC Terpadu diantaranya pengukuran status
gizi (timbang badan dan ukur panjang/tinggi badan, ukur Lingkar Lengan Atas
(LiLA), pemberian Tablet Tambah Darah (TTD), konseling gizi dan edukasi
kepada Ibu hamil tentang pentingnya konsumsi makanan bergizi selama
kehamilan.
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berbahan pangan lokal merupakan
salah satu strategi penanganan masalah gizi pada Balita dan ibu hamil.
Kegiatan PMT tersebut perlu disertai dengan edukasi gizi dan kesehatan untuk
perubahan perilaku misalnya dengan dukungan pemberian ASI, edukasi dan
konseling pemberian makan, kebersihan serta sanitasi untuk keluarga.
Kegiatan PMT berbahan pangan lokal diharapkan dapat mendorong
kemandirian pangan dan gizi keluarga secara berkelanjutan. Indonesia
merupakan negara terbesar ketiga di dunia dalam keragaman hayati.
Setidaknya terdapat 77 jenis sumber karbohidrat, 30 jenis ikan, 6 jenis daging,
4 jenis unggas; 4 jenis telur, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buahbuahan, 228 jenis sayuran, dan 110 jenis rempah dan bumbu (Badan
Ketahanan Pangan, 2020 dan Neraca Bahan Makanan, 2022). Hal tersebut
menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan pangan lokal sangat terbuka luas
termasuk untuk penyediaan pangan keluarga, termasuk untuk perbaikan gizi
Ibu hamil dan balita. Namun demikian ketersediaan bahan pangan yang
beraneka ragam tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai
bahan dasar Makanan Tambahan (MT).
Kementerian Kesehatan RI menyediakan pembiayaan untuk pelaksanaan
kegiatan PMT berbahan pangan lokal melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Non
Fisik. Namun demikian, pembiayaan untuk pelaksanaan kegiatan serupa dapat
berasal dari berbagai sumber. Sebagai acuan pelaksanaan kegiatan tersebut,
telah disusun Petunjuk Teknis Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Berbahan Pangan Lokal Bagi Balita dan Ibu Hamil.(KEMENKES RI)
Kegiatan ini bertujuan untuk Menurunkan angka stunting yang lebih tinggi, yang dihadiri oleh Kapus Kota Jantho ibu Yarlina,ibu PKK kecamatan Kota Jantho dan PKB/PLKB Kota Jantho Suhendra.SKM.serta para kader kader yang melaksanakan kegiatan tersebut.
Setelah mengikuti kegiatan ini peserta menjadi ......
Kegiatan ini terlaksana dikarenakan usaha yang dilakukan oleh kader kader yang sangat peduli terhadap masa depan generasi bangsa agar jauh dari stunting.
Kegiatan ini terlaksana dengan antusias peserta cukup baik.