PEMBINAAN STUNTING PADA REMAJA
Deskripsi
Pembinaan PIK-R bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman remaja mengenai anemia, stunting dan, penyebab
stunting. Anemia pada remaja merupakan
kondisi kesehatan yang ditandai oleh rendahnya kadar hemoglobin dalam darah,
yang menyebabkan penurunan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen ke seluruh
tubuh. Kondisi ini sangat umum terjadi pada remaja, khususnya remaja putri,
akibat kebutuhan zat besi yang meningkat selama masa pertumbuhan, menstruasi,
serta pola makan yang tidak seimbang.
Gejala anemia pada remaja
antara lain kelelahan, lemas, wajah pucat, sakit kepala, dan gangguan
konsentrasi. Jika tidak ditangani dengan baik, anemia dapat berdampak serius
terhadap perkembangan fisik, prestasi belajar, produktivitas, serta kesehatan
reproduksi di masa depan.
Pencegahan dan
penanggulangan anemia pada remaja dapat dilakukan melalui edukasi gizi,
konsumsi makanan tinggi zat besi seperti daging, sayuran hijau, dan
kacang-kacangan, serta suplementasi tablet tambah darah (TTD) secara rutin.
Upaya ini penting untuk mendukung tumbuh kembang optimal dan mempersiapkan
remaja menuju kehidupan dewasa yang sehat dan produktif.
Anemia menjadi salah satu
penyebab terjadinya stunting. Anemia dan
stunting merupakan dua masalah kesehatan yang saling berkaitan dan sering
terjadi bersamaan, terutama pada kelompok remaja putri dan ibu hamil. Anemia,
yang ditandai oleh rendahnya kadar hemoglobin dalam darah, dapat berdampak
serius terhadap kesehatan dan tumbuh kembang anak, terutama ketika terjadi
selama masa kehamilan.
Remaja putri yang
menderita anemia berisiko tinggi mengalami anemia saat hamil, yang berdampak
pada pertumbuhan janin dalam kandungan. Kekurangan oksigen dan zat gizi akibat
anemia dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR), prematur,
dan mengalami gangguan pertumbuhan. Hal ini berkontribusi besar terhadap
terjadinya stunting, yaitu kondisi gagal tumbuh pada anak yang ditandai dengan
tinggi badan di bawah standar usianya.
Stunting memiliki dampak
jangka panjang, seperti rendahnya kemampuan kognitif, penurunan daya tahan
tubuh, dan produktivitas rendah saat dewasa. Oleh karena itu, pencegahan anemia
sejak remaja sangat penting sebagai langkah awal mencegah stunting dan mencetak
generasi yang sehat, cerdas, dan berkualitas.
Stunting adalah kondisi
gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, terutama dalam
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu sejak masa kehamilan hingga anak
berusia dua tahun. Anak yang mengalami stunting memiliki tinggi badan di bawah standar
usianya, yang menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan
otak.
Pernikahan anak merupakan
pernikahan yang terjadi pada usia di bawah 18 tahun dan menjadi salah satu
faktor risiko penyumbang tingginya angka stunting di Indonesia. Remaja
perempuan yang menikah dan hamil pada usia dini belum siap secara fisik,
mental, maupun sosial untuk menjalani kehamilan dan mengasuh anak dengan
optimal.
Secara biologis, tubuh
remaja belum berkembang sempurna untuk mengandung dan melahirkan, sehingga
meningkatkan risiko komplikasi kehamilan seperti anemia, bayi lahir prematur,
dan berat badan lahir rendah (BBLR), yang merupakan faktor pemicu stunting. Selain
itu, pernikahan anak seringkali diikuti dengan rendahnya tingkat pendidikan,
minimnya akses informasi tentang gizi dan kesehatan, serta keterbatasan
ekonomi, yang memperburuk kualitas pengasuhan dan pemenuhan kebutuhan gizi
anak.
Anak dari ibu yang menikah
di usia dini juga berisiko tinggi mengalami kekurangan gizi, infeksi berulang,
dan tidak mendapatkan stimulasi perkembangan yang memadai. Semua faktor ini
berkontribusi terhadap terjadinya stunting, yang berdampak pada tumbuh kembang
anak dalam jangka panjang.
Oleh karena itu,
pencegahan pernikahan anak merupakan langkah penting dalam strategi
penanggulangan stunting. Upaya ini meliputi edukasi remaja tentang kesehatan
reproduksi, peningkatan akses pendidikan, dan penguatan peran keluarga dan
masyarakat dalam mendukung remaja mencapai kedewasaan sebelum menikah.
Upaya Pencegahan yang Terintegrasi:
1.
Pencegahan Anemia:
o
Pemberian tablet tambah darah
(TTD) secara rutin kepada remaja putri dan ibu hamil.
o
Edukasi gizi seimbang dan
konsumsi makanan kaya zat besi.
o
Pemeriksaan kesehatan berkala,
terutama saat masa remaja dan kehamilan.
2.
Pencegahan Pernikahan Anak:
o
Meningkatkan akses dan kualitas
pendidikan remaja, terutama perempuan.
o
Edukasi tentang kesehatan
reproduksi dan risiko pernikahan dini.
o
Penguatan peran keluarga,
masyarakat, dan regulasi hukum untuk mencegah pernikahan usia dini.
3.
Intervensi 1.000 HPK:
o
Pemenuhan gizi ibu hamil dan
anak sejak dalam kandungan.