PEMBINAAN STUNTING PADA REMAJA

JEMBATAN KEMBAR TIMUR
Dipublikasi pada 18 June 2025

Deskripsi

Pembinaan PIK-R bertujuan untuk meningkatkan pemahaman remaja mengenai anemia, stunting dan, penyebab stunting.  Anemia pada remaja merupakan kondisi kesehatan yang ditandai oleh rendahnya kadar hemoglobin dalam darah, yang menyebabkan penurunan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Kondisi ini sangat umum terjadi pada remaja, khususnya remaja putri, akibat kebutuhan zat besi yang meningkat selama masa pertumbuhan, menstruasi, serta pola makan yang tidak seimbang.

Gejala anemia pada remaja antara lain kelelahan, lemas, wajah pucat, sakit kepala, dan gangguan konsentrasi. Jika tidak ditangani dengan baik, anemia dapat berdampak serius terhadap perkembangan fisik, prestasi belajar, produktivitas, serta kesehatan reproduksi di masa depan.

Pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja dapat dilakukan melalui edukasi gizi, konsumsi makanan tinggi zat besi seperti daging, sayuran hijau, dan kacang-kacangan, serta suplementasi tablet tambah darah (TTD) secara rutin. Upaya ini penting untuk mendukung tumbuh kembang optimal dan mempersiapkan remaja menuju kehidupan dewasa yang sehat dan produktif.

Anemia menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting.  Anemia dan stunting merupakan dua masalah kesehatan yang saling berkaitan dan sering terjadi bersamaan, terutama pada kelompok remaja putri dan ibu hamil. Anemia, yang ditandai oleh rendahnya kadar hemoglobin dalam darah, dapat berdampak serius terhadap kesehatan dan tumbuh kembang anak, terutama ketika terjadi selama masa kehamilan.

Remaja putri yang menderita anemia berisiko tinggi mengalami anemia saat hamil, yang berdampak pada pertumbuhan janin dalam kandungan. Kekurangan oksigen dan zat gizi akibat anemia dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR), prematur, dan mengalami gangguan pertumbuhan. Hal ini berkontribusi besar terhadap terjadinya stunting, yaitu kondisi gagal tumbuh pada anak yang ditandai dengan tinggi badan di bawah standar usianya.

Stunting memiliki dampak jangka panjang, seperti rendahnya kemampuan kognitif, penurunan daya tahan tubuh, dan produktivitas rendah saat dewasa. Oleh karena itu, pencegahan anemia sejak remaja sangat penting sebagai langkah awal mencegah stunting dan mencetak generasi yang sehat, cerdas, dan berkualitas.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, terutama dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Anak yang mengalami stunting memiliki tinggi badan di bawah standar usianya, yang menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan otak.

Pernikahan anak merupakan pernikahan yang terjadi pada usia di bawah 18 tahun dan menjadi salah satu faktor risiko penyumbang tingginya angka stunting di Indonesia. Remaja perempuan yang menikah dan hamil pada usia dini belum siap secara fisik, mental, maupun sosial untuk menjalani kehamilan dan mengasuh anak dengan optimal.

Secara biologis, tubuh remaja belum berkembang sempurna untuk mengandung dan melahirkan, sehingga meningkatkan risiko komplikasi kehamilan seperti anemia, bayi lahir prematur, dan berat badan lahir rendah (BBLR), yang merupakan faktor pemicu stunting. Selain itu, pernikahan anak seringkali diikuti dengan rendahnya tingkat pendidikan, minimnya akses informasi tentang gizi dan kesehatan, serta keterbatasan ekonomi, yang memperburuk kualitas pengasuhan dan pemenuhan kebutuhan gizi anak.

Anak dari ibu yang menikah di usia dini juga berisiko tinggi mengalami kekurangan gizi, infeksi berulang, dan tidak mendapatkan stimulasi perkembangan yang memadai. Semua faktor ini berkontribusi terhadap terjadinya stunting, yang berdampak pada tumbuh kembang anak dalam jangka panjang.

Oleh karena itu, pencegahan pernikahan anak merupakan langkah penting dalam strategi penanggulangan stunting. Upaya ini meliputi edukasi remaja tentang kesehatan reproduksi, peningkatan akses pendidikan, dan penguatan peran keluarga dan masyarakat dalam mendukung remaja mencapai kedewasaan sebelum menikah.

Upaya Pencegahan yang Terintegrasi:

1.      Pencegahan Anemia:

o    Pemberian tablet tambah darah (TTD) secara rutin kepada remaja putri dan ibu hamil.

o    Edukasi gizi seimbang dan konsumsi makanan kaya zat besi.

o    Pemeriksaan kesehatan berkala, terutama saat masa remaja dan kehamilan.

2.      Pencegahan Pernikahan Anak:

o    Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan remaja, terutama perempuan.

o    Edukasi tentang kesehatan reproduksi dan risiko pernikahan dini.

o    Penguatan peran keluarga, masyarakat, dan regulasi hukum untuk mencegah pernikahan usia dini.

3.      Intervensi 1.000 HPK:

o    Pemenuhan gizi ibu hamil dan anak sejak dalam kandungan.

Sesi Kegiatan Reproduksi

Instansi Pembina Kegiatan

Sasaran Kegiatan