1. Dempali‑mpali – Pendekatan AwaL
Pihak laki‑laki (biasanya melalui keluarga atau tokoh adat) mengunjungi rumah gadis untuk mengamati karakter, akhlak, dan kesopanannya—sebagai penggalian informasi dasar
2. Defenagho Tungguno Karete – Klarifikasi Status dan Lamaran
Setelah pendekatan awal, keluarganya kembali dengan utusan adat (3–5 orang) untuk menanyakan apakah gadis tersebut sudah memiliki pelamar atau tidak. Kalau belum, lamaran diajukan secara simbolis, dan pihak keluarga pria memberikan uang adat (“5 boka”) sebagai tanda keseriusan .
3. De too – Penetapan Waktu Lamaran
Setelah lamaran diterima, dilakukan pertemuan untuk menegaskan hari dan waktu pelaksanaan akad nikah atau serah-terima sirih‑pinang (Kafeena). Di sini juga dilakukan negosiasi mahar dan persiapan acara
4. Kafeena – Serah‐Terima Seserahan
Jelang akad, pihak pria membawa kafeena: cincin emas, uang adat, pakaian, alat kecantikan, Al‑Qur’an, mukena dan perlengkapan lainnya. Serah terima ini dilakukan oleh perwakilan adat kepada pihak wanita—merupakan syarat sahnya akad
5. Kakawi – Akad Nikah
Proses formal akad nikah (ijab kabul) dilakukan oleh penghulu atau tokoh agama dan disaksikan tokoh adat, setelah kafeena diterima dan syarat-syarat adat dipenuhi
6. Pesta Resepsi & Budaya Pendamping
Selepas akad, diadakan pesta adat dengan tradisi khas Muna—dengan kuliner seperti lapa‑lapa, waje, cucur; musik lokal; tari‑tarian; dan penyambutan meriah oleh pihak keluarga wanita .
7. Tutur Tuturan (Penanda Spiritual dan Sosial)
Banyak ritual simbolik (kataburi, paniwi, adhati bhalano, lolino ghawi, kaokanuha, kafoatoha, dll.) yang dilandasi makna religius dan sosial—diibaratkan sebagai “tangga” menuju kehidupan rumah tangga suci yang penuh doa dan tanggung jawab
8. Karia – Penyucian Diri Calon Pengantin Wanita
Sebelum resepsi, perempuan menjalani ritual Karia—mandi suci atau ritual penyucian diri—untuk membersihkan (tahaddats maknawi) dari segala hal negatif, menandakan kelayakannya memasuki kehidupan rumah tangga