SEMINAR PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

SEJAHTERA
Dipublikasi pada 24 December 2019

Deskripsi

  •  Pemberdayaan perempuan adalah upaya pemampuan perempuan untuk memperoleh akses dan control terhadap sumber daya, ekonomi, politik, social, budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri.
    • Menurut PBB , pemberdayaan perempuan memuat 5 (lima) komponen yang harus terpenuhi yaitu peningkatan kepercayaan diri perempuan, hak perempuan untuk memiliki dan mengambil keputusan, hak mendapatkan akses dan control terhadap sumber daya dan kesempatan, hak berkarir di dalam maupun di luar rumah dan hak berperan pada perubahan sosial.
    • Beberapa permasalahan dalam pemberdayaan kesehatan perempuan di Indonesia adalah:
    • 1. Minimnya perencanaan membentuk keluarga
    • Menikah, mengandung dan melahirkan dalam pandangan sebagian besar masyarakat di Indonesia merupakan kodrat perempuan, sehingga menepiskan upaya perencanaan keluarga. Seorang perempuan dikatakan sempurna bila telah menikah dan memiliki anak sehingga tugas perempuan adalah mengandung, melahirkan dan mengasuh anak 
    • 2. Meningkatnya jumlah kasus HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual (PMS)
    • Terkait dengan pemberdayaan perempuan, permasalahan peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS dan PMS terjadi salah satunya karena perempuan kurang memiliki hak dalam pemenuhan kebutuhan seksualnya. Contohnya pasangan seksual menolak pengguunaan kondom yang dapat melindungi dari penyakit menular seksual.
    • 3. Aborsi yang tidak aman
    • Frekuensi terjadinya aborsi sangat sulit dihitung secara akurat karena aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali jika ada kopmplikasi sehingga perlu dirawat di Rumah sakit. Berdasarkan perkiraan dari BKKBN, ada 2 juta kasus aborsi yang dilakukan di Indonesia. Berarti ada 2 juta nyawa melayang dan 2 juta nyawa terancam dengan resiko perdarahan, infeksi hingga sepsis dan beresiko infertilitas di kemudian hari 
    • Aborsi yang dilakukan secara diam-diam inilah yang menempatkan perempuan harus menanggung resiko tidak adanya perlindungan pemerintah termasuk bila terjadi kematian karena komplikasi perdarahan dan infeksi.
    • Faktor-faktor penentu yang mempengaruhi aborsi terdapat pada level individu, keluarga/masyarakat dan negara. Ketiga level tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan. Pengaruh dari ketiga level tersebut berdampak pada banyaknya praktek aborsi tidak aman (unsafe abortion) yang mengakibatkan pada tingginya AKI di Indonesia. Selama aborsi dianggap bertentangan dengan hukum, maka tidak mungkin diatur pelayanan aborsi yang aman. Selama tidak ada aturan mengenai pelayanan aborsi yang aman, maka akan terus terjadi praktek aborsi secara diam-diam dan cenderung tidak aman karena dilakukan tanpa prosedur maupun standar operasional kesehatan yang jelas yang dapat dijadikan sebagai pedoman.
    • Dari sudut pandang moralitas, aborsi dan kematian ibu keduanya dipermasalahkan karena sama-sama mengancam kelangsungan hidup janin dan ibu. Namun, perlu didudukkan dalam proporsinya masing-masing, manakah pilihan yang lebih bermanfaat dalam menyelesaikan masalah kesehatan reproduksi ini. Aborsi tidak harus mengorbankan kehidupan bila masih dalam taraf kehidupan sel. Tetapi membiarkan praktek aborsi tidak aman lebih berbahaya karena membiarkan nyawa perempuan.
    • Tingginya angka aborsi tidak aman di Indonesia yang diikuti dengan tingginya resiko kematian ibu hendaknya tidak dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi dikarenakan berbagai faktor penentu baik di level individu, keluarga atau masyarakat maupun negara.
    • Faktor penentu pada level individu antara lain karena kegagalan alat kontrasepsi, masalah kesehatan, psikologis, ekonomi dan ketidak tahuan cara pencegahan kehamilan dengan benar. Pada level keluarga dan masyarakat, faktor penentunya antara lain karena kemiskinan, pengetahuan anggota keluarga termasuk suami yang rendah, pandangan agama yang sempit, tidak mampu mengakses pelayanan aborsi yang aman dan stigma takut dan malu jika diketahui orang lain. Sementara faktor penentu pada level negara adalah adanya larangan aborsi dengan alasan apapun di Indonesia,
    • sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 346-349 dan Undang-Undang Kesehatan nomor 23/1992 pasal 15 ayat 1 dan 2 (Jalil, 2010).
    • Melihat kenyataan lambatnya penurunan besaran AKI yang dapat dianggap sebagai salah satu petunjuk kurangnya komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan perempuan, salah satu harapan yang dapat menurunkan dengan cepat AKI dan meningkatkan secara nyata kesejahteraan perempuan adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian perempuan itu sendiri. Jika perempuan dapat lebih mandiri memutuskan ingin melanjutkan atau mengakhiri kehamilan serta mendapat akses pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, angka aborsi beresiko ini dapat ditekan.
    • 4. Kehamilan yang tidak dikehendaki
    • Seperti bahasan sebelumnya, kehamilan yang tidak diinginkan menjadi penyumbang angka aborsi tidak aman terbesar. Selain reesiko aborsi, keehamilan yang tidak diinginkan berakibat pada rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dilahirkan seorang perempuan. Solusi permasalahan ini terletak pada peningkatan akses informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi seorang perempuan, sehingga ia dapat memutuskan kapan saat terbaik untuk memiliki anak.
    • 5. Praktik kesehatan yang merugikan seperti sunat pada wanita
    • Di dunia internasional, sunat perempuan disebut-sebut sebagai praktik yang melanggar hak asasi manusia. Di Indonesia, sunat perempuan pernah dilarang pada tahun 2006, akan tetapi baru-baru ini menjadi kontroversi kembali dengan keluarnya Permenkes RI No. 1636 yang berisikan panduan bagi tenaga medis untuk melakukan sunat perempuan. Kajian mengenai sunat perempuan memerlukan telaah lebih lanjut. Namun hal penting terkait pemberdayaan perempuan yang ingin diangkat dalam hal ini adalah sepatutnya seorang perempuan terutama ibu mendapatkan informasi yang benar mengenai sunat perempuan dalam pandangan medis dan tinjauan agama/budaya sehingga dapat memutuskan hal terbaik untuk dirinya sendiri atau anak perempuannya.
    • 6. Diskriminasi gizi pada wanita
    • Kesehatan ibu merupakan hal penting karena ibu yang sehat akan melahirkan anak yang sehat pula. Namun terkadang perempuan terbentur dengan pandangan sosial budaya yang masih mempercayai pantangan terhadap makanan, atau sikap mendahulukan kepentingan gizi kepala keluarga dibanding perempuan atau ibu
    • 7. Pernikahan usia dini
    • Salah satu permasalahan pemberdayaan perempuan adalah perempuan tidak memiliki hak menentukan keputusan reproduksi yaitu menikah. Keputusan ini seringkali berada ditangan orang tua.
    • ada empat hal pokok dalam mengkaji kesehatan reproduksi seorang perempuan. Hal-hal ini antara lain:
    • 1. Kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health);
    • 2. Penentuan dalam keputusan reproduksi (reproductive decision making);
    • 3. Kesetaraan laki-laki dan perempuan (equality and equity for men and women); dan
    • 4. Keamanan reproduksi dan seksual (sexual and reproductive security).
    • Dari permasalahan di atas maka perlu dilakukan perubahan dan pendekatan dalam menangani masalah kebijakan dalam bidang kesehatan reproduksi ini diantaranya :
    • 1. Peningkatan kondisi kesehatan perempuan dan peningkatan kesempatan kerja
    • Hal ini dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan usia kawin dan melahirkan, sehingga resiko selama kehamilan akan menurun.
    • 2. Pendekatan target pada program KB harus disertai dengan adanya tenaga dan peralatan medis yang cukup. Hal ini untuk mencegah terjadinya mal praktek karena keinginan untuk mencapai target.
    • 3. Peningkatan partisipasi laki-laki dalam menurunkan angka kelahiran.
    • Tidak hanya perempuan yang dituntut untuk mencegah kehamilan, tetapi juga laki-laki, karena pada saat ini sudah tersedia beberapa alat kontrasepsi untuk laki-laki.
    • 4. Penyadaran akan kesetaraan dalam menentukan hubungan seksual dengan laki-laki. Penyadaran bahwa perempuan berhak menolak berhubungan seksual dengan laki-laki, meskipun laki-laki tersebut suaminya, bila hal itu membahayakan kesehatan reproduksinya (misalnya laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS).
    • 5. Penyuluhan tentang jenis, guna, dan resiko penggunaan alat kontrasepsi
    • Baik alat kontrasepsi modern maupun tradisional perlu diperkenalkan kegunaan dan resikonya kepada perempuan. Dengan demikian perempuan dapat menentukan alat kontrasepsi mana yang terbaik untuk dirinya.
    • 6. Penyuluhan tentang HIV/AIDS dan PMS (penyakit menular seksual) kepada perempuan.
    • 7. Pendidikan seks pada remaja perempuan dan laki-laki.
    • Kebijakan kesehatan yang menghormati hak perempuan atas tubuhnya, dalam jangka panjang akan memberikan kontribusi yang nyata dalam mengatasi masalah kependudukan, dengan resiko yang jauh lebih kecil dibanding kebijakan kependudukan menggunakan kontrasepsi modern 

Sesi Kegiatan Keagamaan

Instansi Pembina Kegiatan

Tidak ada

Sasaran Kegiatan