Tugu Biawak Wonosobo: Simbol Kreativitas Lokal, Inspirasi bagi Kota-Kota di Indonesia
Deskripsi
Wonosobo, 2025 — Siapa sangka, dari tangan dingin seorang seniman lokal, lahirlah sebuah karya ikonik yang kini menjadi buah bibir nasional. Di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, berdiri megah Tugu Biawak setinggi 7 meter — bukan sekadar tugu biasa, melainkan simbol keberanian, identitas lokal, dan bukti bahwa kreativitas tidak selalu membutuhkan anggaran besar.
Rejo Arianto, alumnus Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, adalah sosok di balik mahakarya ini. Dengan ketelitian luar biasa, ia berhasil menghidupkan citra seekor biawak dalam bentuk patung realistis yang kini menjadi kebanggaan masyarakat Wonosobo.
Yang lebih mengejutkan, pembangunan Tugu Biawak hanya menghabiskan anggaran sekitar Rp50 juta, dana yang sebagian besar dikumpulkan dari inisiatif warga dan partisipasi swadaya masyarakat, bukan sepenuhnya dari APBD. Ini membuktikan, kolaborasi komunitas bisa melahirkan karya monumental tanpa harus membebani keuangan negara.
"Kami ingin membuktikan bahwa ikon kota tidak harus mahal. Yang penting, karya itu menyentuh jiwa masyarakatnya," ujar Rejo Arianto saat ditemui dalam peresmian tugu.
Lebih dari Sekadar Patung
Tugu ini tidak hanya mempercantik lanskap Desa Krasak, tetapi juga mengandung makna dalam: biawak melambangkan kekuatan bertahan, adaptasi, dan kedekatan dengan alam — nilai-nilai yang sangat relevan dengan karakter masyarakat pegunungan Wonosobo.
Dalam situasi di mana banyak daerah lain menghabiskan miliaran rupiah untuk membangun tugu-tugu yang kontroversial, proyek Tugu Biawak justru menjadi contoh nyata efisiensi anggaran yang tetap artistik dan membanggakan.
Inspirasi bagi Kota Lain
Kisah Tugu Biawak kini menjadi cermin bagi kota-kota lain: bahwa membangun ikon daerah tidak selalu soal angka besar, melainkan soal keberanian mempercayai bakat lokal dan semangat gotong-royong.
Wonosobo membuktikan bahwa kreativitas, kejujuran dalam pengelolaan anggaran, dan pemberdayaan seniman lokal bisa menghasilkan karya yang abadi — bahkan dengan dana yang sangat terbatas.
Semoga semangat dari kaki gunung Sindoro-Sumbing ini menular ke seluruh pelosok Indonesia.