"Keteladanan Dimulai dari Rumah: Gerakan Ayah Teladan Menumbuhkan Kesadaran Akan Pentingnya Peran Ayah dalam Pendidikan Anak Sejak Dini"

Pagi itu, embun belum benar-benar hilang. Rumput masih basah, matahari masih malu-malu. Di tengah hijaunya pedesaan Dusun Soka, terdengar suara mesin motor yang pelan tapi penuh makna. Bukan hanya suara kendaraan, tapi suara cinta yang diam-diam mengalir dalam kesederhanaan.

Di atas motor hitam sederhana itu, seorang ayah duduk di tengah, dikelilingi dua anaknya yang berseragam merah-putih. Satu di depan, satu di belakang. Mereka bukan sedang sekadar berangkat sekolah. Mereka sedang menorehkan cerita, tentang bagaimana kasih sayang tidak harus selalu disuarakan—cukup dirasakan, cukup dilakukan.

Senyum sang ayah tidak lebar, tapi tulus. Tatapan matanya tidak megah, tapi tenang. Mungkin dia tidak tahu apa itu "parenting modern", tapi dia tahu bagaimana menjadi pelindung, penopang, dan pendengar bagi anak-anaknya. Ia tidak sedang mengejar tren menjadi ayah milenial, ia hanya ingin hadir—seutuhnya.

GATI, Gerakan Ayah Teladan Indonesia, bukan hanya soal seminar atau slogan. Ia hidup di punggung para ayah yang setiap pagi menyisihkan waktu mengantar anak, bertanya tentang PR, atau sekadar memastikan bekal cukup. Ia lahir di desa seperti Soka, di mana cinta tidak berisik tapi terasa.

Di sinilah peran ayah kembali ditulis ulang. Bahwa menjadi ayah bukan sekadar menyediakan uang sekolah, tetapi menyediakan pelukan setelah nilai ulangan menurun. Bukan hanya memegang kendali kemudi, tapi juga memberi arah dalam diam.

Anak-anak itu tidak hanya belajar di kelas. Mereka belajar dari kebiasaan ayah mereka. Belajar tentang tanggung jawab, tentang pengorbanan yang tidak menuntut balas, dan tentang arti hadir yang sebenarnya.

Mungkin suatu hari nanti, anak-anak itu akan lupa merek sepatunya, atau warna tasnya. Tapi mereka akan mengingat betul siapa yang mengantar mereka hari itu. Siapa yang mengajarkan bahwa menjadi dewasa bukan soal umur, tapi soal cara mencintai dalam diam.